Tulisan Pendek tentang Meja Rusak dan Kecemasanku

Akhir-akhir ini gue dirundung sama kecemasan gue terhadap hal yang paling gue takuti: being useless, atau setidaknya seen as useless. Karena ini, gue jadi ngobrol sama seorang teman dengan analogi aneh.

"Gue tuh merasa jadi sobekan kertas buat ganjelan meja. Lo tau kan kalo kaki meja nggak seimbang jadi mejanya goyang-goyang? Nah gue ngerasa cuma sobekan kertas buat meja itu..."

"Loh bagus dong, kan berguna" ujar teman gue

"Iya, tapi kalo diliat secara luas, gue nggak berarti. Kalo ada meja yang diganjel kertas, ya yang orang liat cuma mejanya. Bukan kertasnya"

"Loh emangnya lo mau jadi meja yang handicapped? Gue sih males banget ya pake meja yang kayak gitu" Balas teman gue

Gue merasa dia benar. Emang meja yang goyang-goyang tuh ngeselin banget. Kadang diganjel kertas aja masih nggak cukup. Kalo dapet meja kayak gitu di kafe atau di mana, gue otomatis pindah.

Tapi gue nggak mau jadi meja rusak, gue juga nggak mau jadi kertas pengganjal kaki meja, gue tuh mau jadi meja normal yang bekerja dengan baik!

Gue mau jadi meja kopi dari kayu jati yang kakinya kaki besi. Sturdy, tahan lama, kelihatan bagus secara estetik, dan yang paling penting FUNGSIONAL


Gue tuh mau jadi meja yang bisa taro laptop dan minuman dan makanan dalam satu tempat tanpa harus geser-geser, gue juga mau jadi meja yang juga bagus kalo ada orang fotoin makanannya buat dimasukin instagram. Gue pengen jadi meja yang biasanya ditaro di cahaya remang yang elegan dan hangat jadi bisa nambah produktivitas seseorang, dan jadi meja yang dipakai di setiap acara apapun.

Tapi apa daya gue cuma kertas pengganjal di meja rusak juga. I'm not even close to be what I want. 

Mungkin kaki meja lain berterima kasih gitu karena gue sudah berguna buat mereka, tapi secara holistik gue cuma jadi kertas yang justru merusak estetika si meja. Nggak ada tuh orang yang bilang "Wah meja ini bagus ya untung ada kertas pengganjal jadi lebih fungsional mejanya"

Ambisi gue untuk menjadi sesuatu tuh bener-bener membutakan gue untuk melihat nilai diri sendiri. Ambisi gue berhasil meraup semua harga diri gue sampe kalo liat kaca, gue tuh merasa jadi kayak manusia ter-nggak berguna sedunia. Napas yang tidak berkontribusi kepada kehidupan. Sedih aja bawaannya.

"Yang ngeliat lo sebagai kertas pengganjel tuh elo doang. Padahal sebenernya elo itu fully functioning table" Ujar temen gue mencoba menghibur.

Dia nggak salah. Terkadang gue melihat diri gue bukan sebagai pengganjel kertas. Some days, gue melihat diri gue sebagai meja belajar sekolah. Some days, gue melihat diri gue sebagai meja nightstand ala Skandinavia. In some cases, gue cuma meja lipet madrasah gambar upin ipin. Bahkan terkadang, gue cuma salah satu kaki meja aja.

Mungkin ada beberapa hari saat gue jadi meja kopi yang gue inginkan, tapi gue saat itu nggak melihat dan nggak peduli gue jadi meja apa, karena yang waktu itu gue rasakan cuma kenikmatan dan kesenangan. Ternyata perubahan gue sebagai meja bisa selentur itu, tergantung beban dan kondisinya.

Tanpa ada konklusi dari cerita ini, gue berharap ke depannya gue bisa bercermin dan melihat gue bisa jadi meja fungsional yang sayang sama dirinya sendiri.

Jadi meja apakah kamu hari ini?

Comments

  1. Gadis periang itu, gadis berbakat itu, gadis dengan keluarga yang mempunyai selera music yang bagus itu, cobalah sesekali tak menjadi pemeran utama.
    Mari membumi sesekali saja, menerima hakikat bahwa kita itu manusia untuk sejenak saja.
    Coba dalam 1 minggu saja, menjadi penonton kehidupan.
    Menikmati alur runyam, unik, beragamnya hari berjalan.

    Percayalah, menjadi penonton kehidupan itu mengasikan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts