Mira dan Normalisasi Perilaku Transfobik di Masyarakat

benedettocristofani.net
Di masa pandemi ini, gue masuk ke dalam kelompok orang yang memilih untuk melimitasi paparan media. Karena sama seperti sebagian orang, berita-berita dalam situasi kayak gini cuma bikin gue geram. Gak baik buat ketenangan gue.

Tapi berita yang bikin gue seketika berang justru datang dari yang gak ada hubungannya sama mahligai Corona, tetep aja datang dari isu diskriminasi; seorang transpuan dibakar hidup-hidup karena dituduh mencuri.

voaindonesia.com
Klasik, ada seorang waria bernama Mira hidup selayaknya manusia. Suatu hari ketemu bapak supir truk, yang gak lama kemudian kehilangan handphone dan dompetnya. Lantas kos Mira digeledah, gak ada barang bukti apapun. Murka, bapak supir truk dan sobat-sobat premannya datang lagi keesokan harinya untuk keroyokin Mira dan akhirnya dibakar sampai tewas. Tersangka dibawa ke polisi, terakhir dibilang bahwa pembunuhan dan pembakaran ini dilakukan secara "tidak sengaja", jadi hukumannya gak seberat seharusnya. Berita masih simpang siur, masih diawasi oleh tim advokasi.

Ya walaupun alasannya begitu, kita juga tahu bahwa alasan sebenarnya tuh apa, klasik nan basi.

Kejadian yang sangat disayangkan, tapi ironisnya bukan hal yang asing lagi di negara tercintaku ini. Hukum gak pernah tajam ke kelompok minoritas apalagi LGBTQ, let alone tidak punya privilese yang cukup. Jangankan aparat, orang biasa pun juga belum tentu adil dan mendukung. Jauh sebelum COVID-19 datang, mayoritas rakyat kita sudah terjangkit virus transphobia (ketidaknyamanan hingga kebencian terhadap transgender & transseksual).

Peristiwa Mbak Mira ini buat gue berfikir kembali bagaimana perlakuan kita sehari-hari pun juga sudah menggambarkan bahwa transphobia sudah mendarah daging dalam sistem sosial. Bukan cuma kelas tertentu aja, bukan generasi tertentu aja, tapi semua orang. Mari kilas balik ke kasus yang lebih ringan, Lucinta Luna mau dipenjara karena kasus narkotika:

grid.id
Memang sih, seorang Lucinta Luna tiap masuk berita pasti selalu karena ulah personanya di depan layar, sehingga orang mungkin lupa untuk bersimpati. Seantero internet menertawakan headline berita ini. Dibagikan ke masing-masing media sosial, ditimpali dengan lelucon lain, tapi lupa bahwa hal ini sebenarnya adalah cerminan dari perilaku transphobic; menghakimi dan menertawakan pilihan seseorang karena menjadi trans. Padahal, perkara pemilihan sel untuk orang seperti Mba Lucinta adalah perkara yang mudah, tidak penting untuk dijadikan berita utama. Dari sini saja, kita sudah tahu kalau perilaku transphobic sudah jadi barang jualan media.

Belum lagi, saat Mba Lucinta diputuskan untuk masuk sel wanita, ternyata masih banyak netizen yang juga protes.




Apa cuitan di atas terlihat seperti orang yang hanya benci Lucinta Luna? Bukankah lebih mencerminkan orang yang transphobic?

Jangan sampai gue memulai dengan selebgram @millencyrus. Gue sangat kagum sama kesabaran dan keberaniannya dia menghadapi orang-orang sekelilingnya, apalagi harus menghadapi banyaknya komen seperti ini setiap dia unggah foto di Instagram:


Apa cuitan di atas terlihat seperti orang yang hanya benci Millen? Bukankah justru perilaku body-shaming ke seorang trans?

Gue yakin sebagian dari kita menertawakan hal-hal kecil seperti ini, melihatnya sebagai hiburan, namun di sisi lain ikut murka melihat apa yang menimpa Mbak Mira. Gue harus kasih tahu, walau memang kasusnya JAUH berbeda, ketiga kasus ini punya bottom line yang sama: hilangnya simpati terhadap transgender & transseksual. Sedikit keberuntungan untuk Mbak Lucinta dan Mbak Millen karena mereka berada di kelas sosial yang 'tepat', gue gak mau mulai amarah gue tentang bagaimana buruknya perlakuan masyarakat kepada transgender & transseksual kelas pekerja yang sudah sering gue dengar. Mbak Mira adalah salah satu contoh yang sayangnya harus berakhir petaka.

Kita tidak sadar bahwa simpati kita hilang untuk mereka. Kita lupa bahwa mereka punya hak untuk dipandang sebagai orang biasa. Kita lupa bahwa bukan tempat kita untuk memanggil masa lalu mereka, menertawakan nama aslinya, mempermalukan tubuh mereka dan orientasi seksualnya, dan meminta mereka kembali ke kodratnya. Kita berpikir bahwa apa yang mereka harus hadapi adalah hal yang normal. Kenapa?

Kita hidup di dalam sistem yang sudah mendarahdagingkan patriarki, dibalut lagi dengan kebencian, dibumbui dengan ekslusivitas mayoritas, disajikan lagi bersama diskriminasi kelas. Sistem ini ibarat kandang singa bagi orang seperti Mbak Mira. Sungguh sulit mencari ruang aman. Karena ke manapun perginya, diskriminasi selalu mengiringi bagai pawai di belakangnya. Simpati datang saat ada korban yang berjatuhan. Lilin dinyalakan kemudian dipadamkan lagi oleh sistem. Esok harinya kita melihat lagi orang-orang menertawakan dan menghakimi transgender & transseksual sampai ada korban lagi. Siklus ini akan terus terjadi kalau kita tidak SADAR.

Mari menyadarkan diri, mulai konsiderasi sebelum berucap. CUKUP satu pertanyaan simpel: "apakah ucapan saya ini akan merugikan orang lain?" 

Gue pun juga terkadang luput, terkadang menyakiti hati orang, dan mungkin tanpa sadar mendiskriminasi. Jadi gue selalu berusaha untuk selalu bertanya ke diri sendiri. Gue harap kita semua, termasuk gue, bisa belajar menghentikan rantai normalisasi perilaku seperti ini, dan kemudian pelan-pelan menciptakan lingkungan yang lebih konsiderat.

Nyalakan lilinnya, angkat, dan jangan sampai padam.

Comments

  1. Susah bgt emang di indo,.. masih sedikit komunikasi, di tv aja dilarang, YouTube jg msh jarang bgt,..
    Karya2 mereka juga jarang diangkat, yg muncul ke berita cm drama nya aja,..
    Kayaknya tuh mereka dosa bgt, hina bgt, sementara koruptor, bebas dikit lgsg dipilih jadi wakil rakyat lg, padahal mereka jauh lebih dosa dan hina,..

    ReplyDelete
  2. Ini memang menjadi persoalan yang sangat sulit didalam hidup ini, hidup didunia ini memang tidak sepenuhnya adil, dan keadilan hanya untuk orang yang punya kekuatan.

    ReplyDelete
  3. knp kita ga boleh menganggap org2 trans itu punya kelainan jiwa yg harus disembuhkan? terlepas dr kenyataan bahwa keberadaannya memang ga merugikan siapa pun

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts